DEAR TUHAN
Dear Tuhanku yang baik,
Ini adalah surat pertama yang aku buat
untukMu. Aku tidak tahu apakah surat ini bisa sampai kepadaMu atau tidak, tapi
tak ada salahnya untuk mencoba bukan?
Layaknya surat biasa, aku akan
menanyakan kabarMu terlebih dahulu : Hai Tuhan, bagaimana kabarMu di Surga? Aku
harap Kau baik-baik saja. Meskipun aku tidak yakin, apakah Kau benar-benar
dalam keadaan baik di sana. Hei! Aku mengatakan ini, bukan karena aku mendoakanMu
supaya sakit, tapi karena aku tahu, Kau pasti sangat repot sekali sekarang.
Kau harus mengurusi setiap makhluk yang
telah Kau ciptakan. Entah itu yang paling besar seperti gajah, atau yang paling
kecil seperti amoeba, bahkan yang belum pernah aku temui seperti alien. Itu
pasti sangat merepotkan sekali!
Aku tak bisa membayangkan, bagaimana
caraMu dalam memainkan semua peran ini. Kau memberikan semua yang kami
butuhkan. Kau menyediakan segala yang kami inginkan. Kau menciptakan bumi,
langit, udara, dan sebagainya yang bahkan tak bisa kusebutkan saking banyaknya.
Seolah tak ada yang sukar Kau rasa. Layaknya sekali jentikkan jariMu, dunia
langsung tercipta seperti adanya kini.
Aku pernah membaca buku yang menjelaskan
kedahsyatanMu. Mereka bilang, bahwa Kau bisa menjadi sangat besar bahkan lebih
besar dari apapun. Namun Kau juga bisa menjadi sangat kecil, hingga mampu
menyusup ke dalam pori-pori bakteri. Kau bisa berada di banyak tempat
sekaligus. Seolah, Kau selalu berada di mana-mana. Tapi sayangnya, Aku tidak
mampu menuliskan kehebatanMu yang lain di surat ini. Bahkan semua orang juga
tidak akan mampu. KehebatanMu terlalu banyak. Mungkin jutaan, bahkan milyaran.
Kadangkala aku bertanya : Apakah Kau
tidak pernah merasa lelah?
Menciptakan ini, memelihara itu, dan
melebur yang ini dan itu. Bagaikan roda yang terus berputar silih berganti.
Menempatkan suatu hal di atas, kemudian di tengah, lalu di bawah, dan kembali
lagi ke atas. Seolah semua sudah ada jalannya. Seolah semua sudah ada jalurnya.
Dan itu tak pernah berhenti. Sampai-sampai tak menyempatkanMu untuk bernapas
bahkan mengedipkan mata walau hanya sesaat.
Kau adalah sutradara yang besar dan
sangat besar! Kau memiliki kekuasaan untuk menciptakan, mengatur dan
menjalankan bukan hanya dalam permainan film biasa, melainkan permainan
kehidupan. Permainan Semesta!
Dan itu bukan dengan 1 atau 2 pemain,
melainkan triliunan. Kau harus menciptakan skenario untuk begitu banyak
makhluk. Mengatur bagaimana jalan kehidupan mereka. Bahkan jam ketika mereka
harus tidur dan detik ketika mereka harus menarik napas, sudah Kau atur
sedemikian rupa. Semuanya saling mengisi satu sama lain. Selalu berhubungan
bagaikan jaring-jaring dengan ribuan mata.
Jika diibaratkan dalam serial animasi
Naruto, mungkin sekarang chakra-Mu
sudah habis. Tentu saja! Naruto yang membuat rasengan saja sudah harus mengeluarkan banyak chakra, lalu bagaimana dengan diriMu yang membuat begitu banyak
planet dengan ukuran 1 juta kali lipat lebih besar daripada rasengan bocah berambut blonde itu?
Tapi hebatnya, Kau tidak peduli dengan
semua itu, Tuhan . Kasih sayangMu terus mengalir bagaikan sungai Gangga yang
mengairi setiap sudut sungai kecil di India. Terus menghatarkan berkah kepada
kami, anak-anakMu yang tak berdaya.
Benar-benar bangganya aku padaMu Tuhan!
Kau memberikan aku dan kami semua, segalanya. Dengan luapan cinta dan
kelembutan, Kau menumpuk, memapatkan, dan membentuk setiap unsur serta element
sederhana menjadi satu kesatuan yang mampu memberikan nyawa pada semua makhluk.
Kepada kami, Kau menyisipkan separuh
jiwaMu. Kepada kami, Kau menyelipkan separuh sinarMu. Tanpa peduli bahwa
sewaktu-waktu, jiwa itu bisa saja habis dan sinar itu tak mampu tuk berpendar
lagi.
Adakah kata yang lebih dari kata ‘Hebat’
untuk mengekspresikan kekagumanku padaMu, Tuhan?
Kau luar biasa! KekuatanMu, kekuasaanMu,
dan kecerdasanMu!
Tapi bukan itu yang menjadi inti dari
segala kekagumanku padaMu , Tuhan. Bukan kehebatan, kekuasaan, ataupun
kecerdasan. Tetapi sesuatu yang lebih sederhana. Yang tak tampak secara nyata
namun tersirat begitu mendalam. Menyusup memasuki setiap celah kehidupan, yang
kadang tak dianggap penting oleh para pemain yang bertingkah di setiap sudut
permainan besar yang Kau ciptakan. Dan ketika mereka memuja kehebatanMu yang
berdampak nyata, aku mencari tempat lain di sisi dunia untuk memuja hal yang
tak mereka puja :
KesabaranMu.
Begitu aneh kan, Tuhan? Diantara banyak
alasan yang membuat makhlukMu memujaMu begitu agung, aku memilih alasan yang
paling sederhana dan yang paling tak biasa. KesabaranMu. KesabaranMu, Tuhan!
Dengan seluruh kesederhanaan dan
kepasrahanku, aku bertekuk lutut di bawah kesabaranMu. Melemparkan segala pujian yang ada di dunia
untuk menunjukkan betapa kagumnya aku akan kesabaranMu.
Apakah menurutMu aku terlalu lancang
untuk memilih sebab kecil itu dan menyisihkan sebab lain yang tentu lebih pantas
untuk mendeskripsikan diriMu?
Tetapi aku punya alasan yang membuat aku
memuja kesabaranMu itu. Dan alasan itu bisa ada, karena aku berpikir bahwa :
Ketika makhlukMu menjelekkan namaMu dan
membakar semua fotoMu, mengapa Kau tak langsung menggunakan api itu untuk balas
membakar mereka?
Ketika makhlukMu menghancurkan bumiMu,
menghanguskan hutanMu, dan memburu hewan-hewan kecilMu, mengapa Kau tak langsung mencabut kepala
mereka?
Ketika makhlukMu mengebom tempat
tinggalMu, menginjak-injak harga diriMu, dan melencengkan ajaranMu, mengapa Kau
tak langsung mengambil nyawa mereka lalu melemparkan mereka ke dasar jurang?
Dan ketika Aku memarahiMu karena nilai
ujianku buruk, dan ketika aku tak mau menemuiMu di rumahMu karena sedang malas,
serta ketika aku berkata bahwa aku membenciMu karena Kau tak memberikan apa
yang ku mau, mengapa Kau tak langsung
menghancurkanku menjadi sepihan terkecil dan membuangku ke api Neraka?
Mengapa Kau tak lakukan itu Tuhan?
Kau malah diam. Membiarkan kami tertawa
dalam balutan kebencian yang kami lemparkan padaMu. Dan Kau tetap diam.
Melepaskan kami begitu saja untuk menangis bahagia karena bisa menjelekkanMu.
Kami melupakanMu, tapi Kau tetap
memberikan cintaMu. Kami menghinaMu, tapi Kau tetap memberikan kesempatan
kepada kami untuk kembali ke pelukanMu. Melalui hidayah-hidayah yang Kau balut
dengan ketenanganMu, Kau bimbing kami menuju pintu taubat. Kau mengajak kami
berlari riang menuju rengkuhan kasihMu yang terbuka lebar, meskipun Kau tahu,
kami tidak pantas mendapatkannya.
Betapa agungnya kesabaranMu Tuhan. Kau
adalah bentuk kesederhanaan yang mampu menghancurkan keangkuhan. Kau adalah
bentuk cinta yang mampu menghapuskan kebencian.
Kami bukan apa-apa. Kami hanyalah
makhluk biasa yang menumpang hidup di bumiMu. Kami hanyalah makhluk lemah yang
meminjam nyawa padaMu. Kami tak berdaya tanpa tubuh yang Kau sewakan. Bagaikan
bulu angsa yang terombang-ambing di tengah samudra, daya kami tak sebanding
dengan kehebatanMu, Tuhan.
Aku memohon ampun padaMu. Aku memohon
ampun. Sucikanlah hamba yang sudah terlalu kotor ini, Tuhan. Ampunilah hamba
yang sudah terlalu lancang melupakan kasih sayangMu ini. Kau adalah Sang Maha
Penyabar. Kau adalah Sang Maha Penguasa. Kau adalah sumber kehidupan dari
segala yang hidup. Kau adalah segalanya, Tuhan.
Dan aku menulis surat ini untukMu, bukan
karena aku ingin berkeluh kesah. Bukan untuk merengek-rengek padaMu agar
mendapatkan apa yang ku mau. Kau sudah begitu banyak memberikan berkah padaku.
Tak sepantasnya bagiku untuk mengeluhkan semuanya lagi. Maka melalui surat ini,
aku ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya padaMu, Tuhan. Terima kasih atas cintaMu. Terima kasih atas
bimbinganMu. Aku memujaMu. Aku mencintaiMu.
Dan aku, makhlukMu yang hina ini, kembali
meminta satu hal. Hanya satu, Tuhan. Tak banyak. Karena ku tahu, kau pasti
sudah cukup lelah dengan semua tugasMu. Aku tak ingin memberatkanMu lagi.
Hal itu begitu sederhana, Tuhan, dan hal
itu aku pinta dengan seluruh kepasrahan dan kerendahan hatiku:
Berkati aku dengan cintaMu…
Sekian surat dariku ini. Semoga Kau
tidak mengantuk saat membacanya. Ku
harap Kau mau membalas suratku. Jaga diriMu baik-baik, ya…
Salam Hangat,
AnakMu
NB : Ketika nanti makhlukMu sudah tidak
lagi percaya padaMu, aku ada di sini. Aku selalu
setia untuk menungguMu menjemputku. Ketika tak ada lagi yang menoleh
padaMu, aku akan selalu setia bersujud di bawah kakiMu dan menggandeng
tanganMu
yang bercahaya. Sembari melangkah tenang, Kau dan aku akan berjalan
bersama-sama
menuju megahnya istana Surga.
oOOo
Resources :
http://blogs.graceuniversity.edu/admissions/wp-content/uploads/2012/04/pray3jpg.jpeg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar