Senin, 22 Juli 2013


DEAR TUHAN

Dear Tuhanku yang baik,

Ini adalah surat pertama yang aku buat untukMu. Aku tidak tahu apakah surat ini bisa sampai kepadaMu atau tidak, tapi tak ada salahnya untuk mencoba bukan?
Layaknya surat biasa, aku akan menanyakan kabarMu terlebih dahulu : Hai Tuhan, bagaimana kabarMu di Surga? Aku harap Kau baik-baik saja. Meskipun aku tidak yakin, apakah Kau benar-benar dalam keadaan baik di sana. Hei! Aku mengatakan ini, bukan karena aku mendoakanMu supaya sakit, tapi karena aku tahu, Kau pasti sangat repot sekali sekarang.

Kau harus mengurusi setiap makhluk yang telah Kau ciptakan. Entah itu yang paling besar seperti gajah, atau yang paling kecil seperti amoeba, bahkan yang belum pernah aku temui seperti alien. Itu pasti sangat merepotkan sekali!
Aku tak bisa membayangkan, bagaimana caraMu dalam memainkan semua peran ini. Kau memberikan semua yang kami butuhkan. Kau menyediakan segala yang kami inginkan. Kau menciptakan bumi, langit, udara, dan sebagainya yang bahkan tak bisa kusebutkan saking banyaknya. Seolah tak ada yang sukar Kau rasa. Layaknya sekali jentikkan jariMu, dunia langsung tercipta seperti adanya kini.
Aku pernah membaca buku yang menjelaskan kedahsyatanMu. Mereka bilang, bahwa Kau bisa menjadi sangat besar bahkan lebih besar dari apapun. Namun Kau juga bisa menjadi sangat kecil, hingga mampu menyusup ke dalam pori-pori bakteri. Kau bisa berada di banyak tempat sekaligus. Seolah, Kau selalu berada di mana-mana. Tapi sayangnya, Aku tidak mampu menuliskan kehebatanMu yang lain di surat ini. Bahkan semua orang juga tidak akan mampu. KehebatanMu terlalu banyak. Mungkin jutaan, bahkan milyaran.
Kadangkala aku bertanya : Apakah Kau tidak pernah merasa lelah?
Menciptakan ini, memelihara itu, dan melebur yang ini dan itu. Bagaikan roda yang terus berputar silih berganti. Menempatkan suatu hal di atas, kemudian di tengah, lalu di bawah, dan kembali lagi ke atas. Seolah semua sudah ada jalannya. Seolah semua sudah ada jalurnya. Dan itu tak pernah berhenti. Sampai-sampai tak menyempatkanMu untuk bernapas bahkan mengedipkan mata walau hanya sesaat.
Kau adalah sutradara yang besar dan sangat besar! Kau memiliki kekuasaan untuk menciptakan, mengatur dan menjalankan bukan hanya dalam permainan film biasa, melainkan permainan kehidupan.  Permainan Semesta!
Dan itu bukan dengan 1 atau 2 pemain, melainkan triliunan. Kau harus menciptakan skenario untuk begitu banyak makhluk. Mengatur bagaimana jalan kehidupan mereka. Bahkan jam ketika mereka harus tidur dan detik ketika mereka harus menarik napas, sudah Kau atur sedemikian rupa. Semuanya saling mengisi satu sama lain. Selalu berhubungan bagaikan jaring-jaring dengan ribuan mata.
Jika diibaratkan dalam serial animasi Naruto, mungkin sekarang chakra-Mu sudah habis. Tentu saja! Naruto yang membuat rasengan saja sudah harus mengeluarkan banyak chakra, lalu bagaimana dengan diriMu yang membuat begitu banyak planet dengan ukuran 1 juta kali lipat lebih besar daripada rasengan bocah berambut blonde itu?
Tapi hebatnya, Kau tidak peduli dengan semua itu, Tuhan . Kasih sayangMu terus mengalir bagaikan sungai Gangga yang mengairi setiap sudut sungai kecil di India. Terus menghatarkan berkah kepada kami, anak-anakMu yang tak berdaya.
Benar-benar bangganya aku padaMu Tuhan! Kau memberikan aku dan kami semua, segalanya. Dengan luapan cinta dan kelembutan, Kau menumpuk, memapatkan, dan membentuk setiap unsur serta element sederhana menjadi satu kesatuan yang mampu memberikan nyawa pada semua makhluk.
Kepada kami, Kau menyisipkan separuh jiwaMu. Kepada kami, Kau menyelipkan separuh sinarMu. Tanpa peduli bahwa sewaktu-waktu, jiwa itu bisa saja habis dan sinar itu tak mampu tuk berpendar lagi.
Adakah kata yang lebih dari kata ‘Hebat’ untuk mengekspresikan kekagumanku padaMu, Tuhan?
Kau luar biasa! KekuatanMu, kekuasaanMu, dan kecerdasanMu!
Tapi bukan itu yang menjadi inti dari segala kekagumanku padaMu , Tuhan. Bukan kehebatan, kekuasaan, ataupun kecerdasan. Tetapi sesuatu yang lebih sederhana. Yang tak tampak secara nyata namun tersirat begitu mendalam. Menyusup memasuki setiap celah kehidupan, yang kadang tak dianggap penting oleh para pemain yang bertingkah di setiap sudut permainan besar yang Kau ciptakan. Dan ketika mereka memuja kehebatanMu yang berdampak nyata, aku mencari tempat lain di sisi dunia untuk memuja hal yang tak mereka puja :
KesabaranMu.
Begitu aneh kan, Tuhan? Diantara banyak alasan yang membuat makhlukMu memujaMu begitu agung, aku memilih alasan yang paling sederhana dan yang paling tak biasa. KesabaranMu. KesabaranMu, Tuhan!
Dengan seluruh kesederhanaan dan kepasrahanku, aku bertekuk lutut di bawah kesabaranMu.  Melemparkan segala pujian yang ada di dunia untuk menunjukkan betapa kagumnya aku akan kesabaranMu.
Apakah menurutMu aku terlalu lancang untuk memilih sebab kecil itu dan menyisihkan sebab lain yang tentu lebih pantas untuk mendeskripsikan diriMu?
Tetapi aku punya alasan yang membuat aku memuja kesabaranMu itu. Dan alasan itu bisa ada, karena aku berpikir bahwa :
Ketika makhlukMu menjelekkan namaMu dan membakar semua fotoMu, mengapa Kau tak langsung menggunakan api itu untuk balas membakar mereka?
Ketika makhlukMu menghancurkan bumiMu, menghanguskan hutanMu, dan memburu hewan-hewan kecilMu,  mengapa Kau tak langsung mencabut kepala mereka?
Ketika makhlukMu mengebom tempat tinggalMu, menginjak-injak harga diriMu, dan melencengkan ajaranMu, mengapa Kau tak langsung mengambil nyawa mereka lalu melemparkan mereka ke dasar jurang?
Dan ketika Aku memarahiMu karena nilai ujianku buruk, dan ketika aku tak mau menemuiMu di rumahMu karena sedang malas, serta ketika aku berkata bahwa aku membenciMu karena Kau tak memberikan apa yang ku mau, mengapa Kau tak  langsung menghancurkanku menjadi sepihan terkecil dan membuangku ke api Neraka?
Mengapa Kau tak lakukan itu Tuhan?
Kau malah diam. Membiarkan kami tertawa dalam balutan kebencian yang kami lemparkan padaMu. Dan Kau tetap diam. Melepaskan kami begitu saja untuk menangis bahagia karena bisa menjelekkanMu.
Kami melupakanMu, tapi Kau tetap memberikan cintaMu. Kami menghinaMu, tapi Kau tetap memberikan kesempatan kepada kami untuk kembali ke pelukanMu. Melalui hidayah-hidayah yang Kau balut dengan ketenanganMu, Kau bimbing kami menuju pintu taubat. Kau mengajak kami berlari riang menuju rengkuhan kasihMu yang terbuka lebar, meskipun Kau tahu, kami tidak pantas mendapatkannya.
Betapa agungnya kesabaranMu Tuhan. Kau adalah bentuk kesederhanaan yang mampu menghancurkan keangkuhan. Kau adalah bentuk cinta yang mampu menghapuskan kebencian.
Kami bukan apa-apa. Kami hanyalah makhluk biasa yang menumpang hidup di bumiMu. Kami hanyalah makhluk lemah yang meminjam nyawa padaMu. Kami tak berdaya tanpa tubuh yang Kau sewakan. Bagaikan bulu angsa yang terombang-ambing di tengah samudra, daya kami tak sebanding dengan kehebatanMu, Tuhan.
Aku memohon ampun padaMu. Aku memohon ampun. Sucikanlah hamba yang sudah terlalu kotor ini, Tuhan. Ampunilah hamba yang sudah terlalu lancang melupakan kasih sayangMu ini. Kau adalah Sang Maha Penyabar. Kau adalah Sang Maha Penguasa. Kau adalah sumber kehidupan dari segala yang hidup. Kau adalah segalanya, Tuhan.
Dan aku menulis surat ini untukMu, bukan karena aku ingin berkeluh kesah. Bukan untuk merengek-rengek padaMu agar mendapatkan apa yang ku mau. Kau sudah begitu banyak memberikan berkah padaku. Tak sepantasnya bagiku untuk mengeluhkan semuanya lagi. Maka melalui surat ini,  aku ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya padaMu, Tuhan. Terima kasih atas cintaMu. Terima kasih atas bimbinganMu. Aku memujaMu. Aku mencintaiMu.
Dan aku, makhlukMu yang hina ini, kembali meminta satu hal. Hanya satu, Tuhan. Tak banyak. Karena ku tahu, kau pasti sudah cukup lelah dengan semua tugasMu. Aku tak ingin memberatkanMu lagi.
Hal itu begitu sederhana, Tuhan, dan hal itu aku pinta dengan seluruh kepasrahan dan kerendahan hatiku:
Berkati aku dengan cintaMu…

Sekian surat dariku ini. Semoga Kau tidak  mengantuk saat membacanya. Ku harap Kau mau membalas suratku. Jaga diriMu baik-baik, ya…
Salam Hangat,


AnakMu

NB : Ketika nanti makhlukMu sudah tidak lagi percaya padaMu, aku ada di sini. Aku selalu 
         setia untuk menungguMu menjemputku. Ketika tak ada lagi yang menoleh
         padaMu, aku akan selalu setia bersujud di bawah kakiMu dan menggandeng tanganMu
         yang bercahaya. Sembari melangkah tenang, Kau dan aku akan berjalan bersama-sama
         menuju megahnya istana Surga.
oOOo

Resources :
http://blogs.graceuniversity.edu/admissions/wp-content/uploads/2012/04/pray3jpg.jpeg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar